Thursday, 20 September 2012

Membuat Extra Mic di Helm dan Memasang Instalasi Radio Komunikasi pada Motor

Mengobati rasa keinginan ngebrik sambil mengendarai motor seperti temen-temen RAPI di Portugal Yogyakarta akhirnya kesampaian, walaupun penataan instalasinya masih semrawut tapi puas karena dibuat dan dipasang sendiri.
1. Merakit Extra Mic di Helm
Untuk merakit extra mic ini sebenarnya gampang ternyata, tidak serumit yang saya kira. Yang pertama adalah cari kawat sebagai pengikat condensator mic, kawat saya memakai kawat sisa spaner antena, saya potong kira-kira 20 cm kemudian dimasukkan ke dalam pembungkus kabel (kabelnya sekaligus sebagai penghubung condensator mic ke saklar ptt). Agar condensator mic terikat kencang saya bungkus memakai bekas pembungkus speaker earphone kemudian di lem pakai lembakar pada kawat, selanjutnya diberi busa.
Pemasangan extra mic di Helm
Kawat di masukkan ke sela-sela spon pada helm dibuat melingkar agar kencang kemudian di lem pakai lem bakar. Selanjutnya memasang 2 buah speaker yang ditempatkan tepat dmenghadap ke telinga, kebetulan di helm sudah terdapat baut maka speaker tinggal di tempelin aja, kan ada magnet.... Agar daun speaker aman saya pasang pengaman dari bakul tempat nasi kenduren yang terbuat dari plastik dipotong secukupnya.
Dipasang jack stereo female
Kemudian kabel speaker dan kabel PTT dijadikan satu ke conector female stereo, lagi-lagi dilem pakai lem bakar di sisi bawah helm.Tujuannya agar helm bisa dipakai ketika mengendarai motor lain. Untuk saklar PTT saya taruh di stang kemudi dibawah saklar klakson dilem menggunakan lem bakar agar tidak goyang waktu di pencet.

2. Memasang Stabiliser Tegangan
Skema stabiliser tegangan dc untuk accu
Sebenarnya tegangan dari Accu bisa langsung di gunakan untuk HT, seperti dulu pas pemantauan banjir lahar dingin Kali Putih, arus dc langsung saya tancap ke accu, tapi kali ini saya kasih stabiliser tegangan atas masukan dari beberapa temen ngebrik, dan setelah browsing-browsing di internet  menemukan rangkaian elektroniknya maka dibuatlah stabiliser tegangan, katanya sih sekaligus untuk mengurangi noise yang disebabkan putaran mesin.

3. Memasang Anti Storing
Ternyata setelah semuanya saya pasang dan saya coba mengendarai motor sambil ngebrik suara storing/noise yang disebabkan induksi dari putaran mesin masih jelas terdengar bahkan 50-50 sehingga jika modulasi terlalu lemah maka yang terdengar hanya suara noise. Untuk menghilangkan storing saya membeli anti storing di toko elektronik seharga Rp. 8.500,-, tapi ternyata setelah saya coba suara noise masih terdengar keras, seperti tidak ada beda ketika belum dipasang anti storing. Akhirnya ada seorang temen (Pak Darman - Portugal 141.750) yang ngasih tau anti storing yang diambilkan dari filter arus dc yang ada di monitor komputer.

filter arus dc monitor komputer
Tapi berhubung monitor komputer dirumah masih dipakai, saya memakai filter arus dc bekas adaptor scanner yang sudah tidak terpakai, setelah saya potong kemudian dihubungkan antara stabiliser dan HT dan hasilnya suara noise berkurang, kira-kira 85% modulasi 15% noise (storing), lumayanlaaaah.... anti storing dari barang bekas tak kalah dengan pabrikan..hahahaha

duh masih semrawut perkabelannya..hikz...jelek amat...

dipasang jack stereo female agar antara helm dan motor bisa dipisah, maksudnya karena helm hanya punya satu, ntar klo ganti motor helm tetap bisa dipakai...hehehehe

ngacir sambil briko-briko dengan teman-teman....
Lega akhirnya...walaupun acak-acakan ga keruan, dan masih kalah jauh dengan buatan ahli-ahli elektronik, tapi bagiku yang penting bisa untuk ngebrik.

beginilah kira-kira skemanya, mohon klo belum sempurna kiranya ada yang mau memperbaiki

Tuesday, 18 September 2012

Mengukur Infiltrasi air hujan di Hulu Sungai Putih bagian 2


Tahun lalu sekitar bulan Oktober 2011, Mr.Gonda seorang peneliti dari Jepang melakukan pengukuran infiltrasi di hulu sungai putih tepatnya di eks penambangan milik Lukas atau di daerah Bagor Putih berjarak kurang lebih 2 km dari Tugu Soeharto Jurangjero.
Tanggal 17 September 2012 Mr.Gonda kembali melakukan pengukuran infiltrasi ditempat yang sama. Perjalanan dimulai, kami bertemu di jembatan Ngepos sekitar pukul 10.00 WIB, Mr. Gonda bersama seorang mahasiswa asal jepang diantar oleh Prof.Dr. Joko Legono dari UGM dan Mas Irawan. Sebagai pemandu dari UGM Mas Harya, pemandu jalan seorang relawan Merapi Mas Dayun dan saya sendiri dari DPU dan ESDM Kab. Magelang.
Pukul 13.00 WIB kami sampai di PUD-5 Jurangjero, kendaraanpun harus ditinggal disitu karena untuk menyusuri sungai Putih harus jalan kaki. Sepanjang perjalanan hingga Cawang Sat Utara Sat Selatan material berupa pasir dan batuan sebesar kelapa memenuhi dasar sungai. Dikawasan ini saat ini tidak tersentuh penambangan karena dijaga 24 jam oleh Polhut TNGM. Sampai di Cawang membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit jalan kaki, kemudian dari Cawang harus mendaki tebing untuk karena tempat penelitian dimulai dari atas Cawang. Dari Cawang menuju penelitian terakhir di Bagor Putih (eks penambangan milik Lukas) membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam berjarak 750 meter, naik turun bukit menerobos semak belukar setinggi 3 meter.
PUD-5 Jurangjero menghadap ke arah Gunung Merapi
Istirahat di Cawang Sat Utara-Selatan Kali Putih
Mr. Gonda mempelajari struktur batuan tebing Sungai Putih di Cawang Sat Utara-Selatan
  
Tebing Sat Selatan yang mencapai 50an meter rawan longsor
Menembus semak belukar di ex penambangan sekitar Kandang Macan Jurangjero Srumbung
Menyusuri tepian Sungai Sat Utara
Pass...air mineral pas habis...
Naik turun perbukitan yang cukup melelahkan dan menguras tenaga


     
Pengukuran infiltrasi air menggunakan infiltrometer oleh Mr. Gonda di ketinggian 1.250 meter dpal
 Pukul 13.45 WIB, penelitian dirasa cukup, kamipun setelah berfoto-foto ria memutuskan segera turun. Rute diubah menyusuri sungai Sat Utara dengan menuruni tebing setinggi sekitar 30 meter, dan harus satu persatu dengan hati-hati karena tebing sangat rawan longsor.
Material erupsi Gunung Merapi terlihat di kaki gunung yang rawan sekali longsong
Kondisi Sat Utara yang relativ sempit dengan kedalaman sekitar 30 - 50 meter dipenuhi material batu-batu besar, longsoran tebing terliat disana-sini membuat kami harus hati-hati. Pasir dan kerikil sangat kering dengan ketebalan injakan kaki di pasir sekitar 10 cm. Disepanjang sungai sampai Cawang sat utara sat selatan kondisinya hampir sama. 
Untuk potensi banjir lahar dingin material masih potensial walaupun dari lokasi penelitian kebanyakan abu vulkanik sisa erupsi 2010 sebagian besar sudah tertutup tetumbuhan baik ilalang, semak belukar, rerumputan Kolonjono, lumut maupun pohon keras lainnya, namun kalau melihat lebih keatas di kaki Gunung terlihat material begitu banyak dan rapuh. 

Dasar sungi Sat Utara


Batu-batu besar mendominasi dasar sungai Sat Utara Kali Putih Jurangjero


 

Wednesday, 12 September 2012

Tiga Tahun Pasca Erupsi Merapi 2010

Tanggul pasir yang dibangun BBWS-SO sebagai pengaman jika terjadi banjir lahar dingin, nampak bangunan rumah dusun Salakan yang sudah ditinggal pergi pemiliknya
 Tiga tahun tlah berlalu, erpusi Gunung Merapi 2010 menorehkan cerita yang akan terpatri dalam memori masyarakat yang hidup sekitar lereng Merapi, khususnya yang menyaksikan dan merasakan langsung dari awal tanda-tanda erupsi, kejadian erupsi dan pasca erupsi. Kisah ini akan ditulis dalam sejarah sepak terjang Gunung Merapi yang tentunya akan menjadi tolok ukur erupsi-erupsi Merapi di fase-fase letusan yang akan datang, karena erupsi tahun 2010 bukan merupakan kebiasaan Merapi. Letusan explosive 2010 menjadi catatan tersendiri karena di fase-fase sebelumnya Merapi tidak/belum pernah meletus seperti di tahun 2010 lalu.
Dusun Jetis Desa Salakan nampak dari tanggul pasir yang dibangun BBWS-SO
Kini pasca erupsi sudah mendekati umur tiga tahun, berbagai polemik muncul berkenaan dengan melimpahnya material galian pasir dan batu. Pasir Merapi yang termasuk bahan galian terbaik untuk bangunan tak urung menjadi rebutan antara antisipasi penyelamatan bencana banjir lahar dingin, bisnis dan ekonomi kerakyatan yang hingga kini hal tersebut berjalan dengan sendirinya.

Aktivitas penambangan menggunakan alat berat di tepi alur Sungai Putih yang merupakan tanggul pasir yang dibuat oleh BBWS-SO di Desa Seloboro Kecamatan Salam Kabupaten Magelang  (Agustus 2012)
Disamping bencana erupsi Merapi, kini warga di sekitar Merapi menghadapi bencana kekeringan yang penyebabnya berbagai macam, seperti rusaknya hutan Merapi, makin rendahnya dasar sungai akibat banjir lahar dingin (diakibatkan penambangan ilegal menggunakan alat berat yang sampai saat ini terus berlangsung) dan sumber-sumber air diambil untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga yang dahulunya sumber-sumber air tersebut menjadi pemasok air di sungai-sungai di musim kemarau.
Masyarakat hanya bisa berharap, apapun yang terjadi hari ini mudah-mudahan tidak menimbulkan efek buruk di kemudian hari.